Pages

Keseleonya Nafis

Selasa sore, 14 April 2009, kujemput Nafis di sekolahnya. Koq tidak seperti biasanya langsung lari menyambutku di gerbang malah duduk lesu dipangkuan ustadzahnya. Ada apa? Menurut keterangan, Nafis jatuh ketika bermain, dan sepertinya bahu bagian kiri kalau dipegang terasa sakit. "Sakit…sakit…", begitu rintihnya ketika aku ajak pulang, sambil tangan kirinya berhenti bergerak kayak robot. Namanya juga anak kecil, kalau sakit, sama orangtuanya pasti tambah manja. Dalam hatiku terasa was-was juga (moga-moga nggak apa-apa) walau aku pasang muka tegar dihadapan orang-orang sekitar dengan berkata,"...ndak papa...anak laki-laki harus kuat ya.". Walaupun merintih kesakitan, aku bujuk dia untuk naik motor seperti biasanya. Sedih juga rasanya ketika melihat Nafis tidak ceria dan "usil", tangan kiri diam hanya satu tangan yang kanan yang pegangan motor, bahkan ketika gatalpun kebingungan untuk menggaruk --hi...hi...--.

Sampai dirumah, istri sudah menunggu. Sambil senyam-senyum (belum tahu anaknya sakit) menghampiri kami. Ketika tahu, anaknya tidak secerah biasanya dan tidak bisa turun sendiri dari motor, barulah kebingungan --ada apa ini,...ada apa ini...?-- (namanya juga ibu), tambah manjalah Nafis. Proses turun dari motor begitu lamanya, karena ada acara bujuk rayu untuk menghilangkan rasa sakit di bahunya. Dengan tertatih-tatih berjalan ke kamar, tidak mau digendong dengan alasan tambah sakit. Dengan penuh perjuangan dan kebingungan dia naik tempat tidur, langsung rebahan, merintih dan tidak mau bergerak.

Begitu melihat Nafis "terkulai tak berdaya", Bude Harsi dengan serta merta membuat "ramuan tradisi jawa" berupa bawang merah yang diiris tipis dicampur minyak kayu putih. Dengan hati-hati diurut tangan Nafis dengan ramuan tersebut, itupun membuat Nafis menjerit dan menangis kesakitan. Gimana mau sembuh, kalau dilihat dan diurut saja tidak boleh. Ingin saya katakan, jangan kau rasakan keseleo itu kalau mau sembuh. Namanya juga BATITA, dinasehati bagaimanapun kalau sedang sakit keseleo tidak akan pernah didengar, beda dengan sakit seperti flu atau yang ringan lainnya.

Sakit memang kalau keseleo, buktinya, Nafis tidur dengan tenang tidak seperti biasanya yang selalu berputar hingga saya dan istri tergusur. Posisi tidurnya tidak berubah, posisi miring kesukaannya tidak dilakukakn. Tangan kirinya "anteng" banget. Kadang-kadang kalau nggak sengaja mau garuk bagian yang gatal harus mengangis terlebih dahulu. Kasihan deh... Rasa kasihan kadang ingin berubah jadi rasa marah ketika melihatnya ngompol di tempat tidur, bahkan buang air besar. "Masy Allah,....yang sakit kan tangan kirimu Dik, bukan kakimu, jadi kamu bisa jalan untuk melakukan itu semua seperti biasanya..." ,gerutuku. Untuk menahan rasa marah dan mengajari kebersihan, aku sediakan botol aqua sebagai pispot sementara.

Tidur semalam tak senyenyak biasanya. Pukul 04.30 dinihari setelah sholat shubuh aku meluncur ke tempat Pak Misron. Beliau adalah ahli urat saraf terkenal di daerah Solo. Walaupun di rumahnya ditulisi bukan praktek pukul 06.00-09.00 wib, pada kenyataannya kalau kita datang pada jam tersebut sudah kehabisan tiket dan sangat terpaksa tidak mendapat pelayanan. Karena beliau sudah sepuh dan tiket yang dibagi cuma 10 lembar perhari. Pada hari biasa sebelum shubuh datang sudah banyak yang duduk di ruang tunggu antri, tetapi pada hari itu kok sepi banget dan tertutup gerbangnya. Di teras rumah beliau malah ada tulisan "TUTUP". Waduh...gimana nih nasib tangan Nafis. Sambil celingukan kebingungan, ada ibu-ibu dari dalam mendekatiku menanyakan maksud kedatanganku. Ternyata ibu-ibu tersebut bukan keluarga Pak Misron, tetapi calon pasien yang sudah datang pukul 04.00 dini hari. Si Ibu sudah bertemu Pak Misron dan dijanjikan akan "di urut" setelah sholat shubuh, katanya kasihan sudah nunggu lama. Tak seberapa lama, terlihat Pak Misron membuka rumah dan mempersilahkan Si Ibu untuk masuk. Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada beliau, saya ikutan salam kemudian mengutarakan kejadian yang menimpa Nafis. Alhamdulillah....Pak Misron mau menerima Nafis asalkan cepat di bawa kemari. Memang saat itu, Nafis (masih tidur) dan istri aku tinggal dirumah karena kalau harus menunggu terlalu lama malah rewel. Mendapat kesempatan itu, langsung aku geber Spin degan kecepatan penuh menuju rumah yang berjarak 500 m ukuran lurus. Andai saja tidak ada stasiun Purwosari antara rumahku dengan rumah Pak Misron, mungkin 5 menit dapat kujangkau dengan jalan kaki, tetapi jarak menjadi jauh dan memutar hampir 2 km dengan adanya stasiun tersebut. Alhamdulillah, tidak ada 15 menit aku sudah PP menjemput Nafis dan istri, karena Slamet Riyadi masih sepi banget.

Seperti yang kuduga, Nafis langsung menangis sekencang-kencangnya setelah masuk kamar pengobatan. Kami berdua sibuk menenangkan sementara Pak Misron mulai bekerja. Mulai dari kaki hingga terdengar bunyi "...kreeeek..." hingga bahu kirinya. Tidak sampai 10 menit, beliau memegang Nafis dan berkesimpulan hanya keseleo dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Alhamdulillah, keadaan Nafis semakin membaik dari hari kehari.

Yang mejadi tugas setelah sakitnya mulai membaik adalah menghilangkan rasa manjanya agar tidak berkelanjutan. Sakit boleh sakit tapi jangan manja dong Dik.

0 comments: