Pages

Siapa yang salah...?

Pendaftaran sekolah formal memang belum resmi dibuka, tetapi di Solo, sekolah-sekolah yang mempunyai nilai jual lebih telah "mencuri start" dalam merekrut siswa baru. Sekolah yang lebih banyak muatan Islaminya menjadi daya tarik tersediri akhir-akhir ini. Memang hasil lulusannya juga sudah terbukti, tak kalah dengan sekolah konvensional yang sudah lama jadi favorit, bahkan malah bisa bersaing. Calon siswa baru-pun tak kurang yang mendaftar bahkan lebih dari yang diperkirakan. Kalau saya amati, peran orang tua adalah yang terpenting. Sudah kodrat manusia, kalau mereka ingin anak keturunannya mendapat bagian yang paling baik. Mereka ingin anaknya terselamatkan dari virus-virus perusak akhlak yang diekpsor paksa oleh dunia barat. Mereka ingin doa-doa anaknya (hasil belajar di sekolah Islam) bisa menjadi penerang setelah kehidupan didunia. Saya jadi teringat puisi ibu Ratih Sanggarwati yang berjudul imajiner doa:


Doa yang kupanjatkan ketika aku masih gadis:
"Ya Allah beri aku calon suami yang baik, yang sholeh. Beri aku suami yang dapat kujadikan imam dalam keluargaku."

Doa yang kupanjatkan ketika selesai menikah:
"Ya Allah beri aku anak yang sholeh dan sholehah, agar mereka dapat mendoakanku ketika nanti aku mati dan menjadi salah satu amalanku yang tidak pernah putus."

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku lahir:
"Ya Allah beri aku kesempatan menyekolahkan mereka di sekolah Islami yang baik meskipun mahal, beri aku rizki untuk itu ya Allah...."*

Doa yang kupanjatkan ketika anak2ku sudah mulai sekolah:
"Ya Allah..... jadikan dia murid yang baik sehingga dia dapat bermoral Islami, agar dia bisa khatam Al Quran pada usia muda.."

Doa yang kupanjatkan ketika anak2ku sudah beranjak remaja:
"Ya Allah jadikan anakku bukan pengikut arus modernisasi yg mengkhawatirkanku. Ya Allah aku tidak ingin ia mengumbar auratnya, karena dia ibarat buah yang sedang ranum."

Doa yang kupanjatkan ketika anak2ku menjadi dewasa:
"Ya Allah entengkan jodohnya, berilah jodoh yang sholeh pada mereka, yang bibit, bebet, bobotnya baik dan sesuai setara dengan keluarga kami."

Doa yang kupanjatkan ketika anakku menikah:
"Ya Allah jangan kau putuskan tali ibu & anak ini, aku takut kehilangan perhatiannya dan takut kehilangan dia karena dia akan ikut suaminya."

Doa yang kupanjatkan ketika anakku akan melahirkan:
"Ya Allah mudah-mudahan cucuku lahir dengan selamat. Aku inginkan nama pemberianku pada cucuku, karena aku ingin memanjangkan teritoria wibawaku sebagai ibu dari ibunya cucuku."

Ketika kupanjatkan doa-doa itu, aku membayangkan Allah tersenyum dan
berkata.....

"Engkau ingin suami yang baik dan sholeh sudahkah engkau sendiri baik dan sholehah? Engkau ingin suamimu jadi imam, akankah engkau jadi makmum yang baik?"

"Engkau ingin anak yang sholehah, sudahkah itu ada padamu dan pada suamimu. Jangan egois begitu...... .. masak engkau ingin anak yang sholehah hanya karena engkau ingin mereka mendoakanmu. . ...tentu mereka menjadi sholehah utama karena-Ku, karena aturan yang mereka ikuti haruslah aturan-Ku."

"Engkau ingin menyekolahkan anakmu di sekolah Islam, karena apa?......prestige? ......... atau....mode? .....atau engkau tidak mau direpotkan dengan mendidik Islam padanya? engkau juga harus belajar, engkau juga harus bermoral Islami, engkau juga harus membaca Al Quran dan berusaha mengkhatamkannya. "

"Bagaimana engkau dapat menahan anakmu tidak menebarkan pesonanya dengan mengumbar aurat, kalau engkau sebagai ibunya jengah untuk menutup aurat? Sementara engkau tahu Aku wajibkan itu untuk keselamatan dan kehormatan umat-Ku."

"Engkau bicara bibit, bebet, bobot untuk calon menantumu, seolah engkau tidak percaya ayat 3 & 26 surat An Nuur dalam Al Quran-Ku. Percayalah kalau anakmu adalah anak yang sholihah maka yang sepadanlah yang dia akan dapatkan."

"Engkau hanya mengandung, melahirkan dan menyusui anakmu. Aku yang memiliki dia saja, Aku bebaskan dia dengan kehendaknya. Aku tetap mencintainya, meskipun dia berpaling dari-Ku, bahkan ketika dia melupakan-Ku. Aku tetap mencintainya. .. "

"Anakmu adalah amanahmu, cucumu adalah amanah dari anakmu, berilah kebebasan untuk melepaskan busur anak panahnya sendiri yang menjadi amanahnya."

Lantas...... aku malu...... dengan imajinasi do'a-ku sendiri.... Aku malu akan tuntutanku kepada-NYA.. . .....

Maafkan aku ya Allah......


Menyedihkan bukan? Kalau semua orang tua menginginkan seperti diatas, tanpa melihat apakah mereka sudah bisa dijadikan contoh awal kehidupan dirumah. Bagaimana seandainya tidak terdapat sinergi antara ortu dan guru. Banyak orang tua model begini saat ini. Sedihnya mereka tetep ngeyel untuk memasukkan anak mereka ke sekolah Islam. Inginnya saya sih, semua ditampung, jadi ada nilai dakwah juga yang masuk ke keluarga yang belum Islami lewat anak mereka. Tapi daya tampung sekolah, tidak muat, bagaimana ini?

Seharusnya yayasan kami bisa mendirikan lebih dari 1 sekolah-sekolah seperti itu. Sekolah kami incaran utama penduduk kota. Pretasinya sangat mampu bersaing dengan lainnya. Kami mempunyai SDM yang mumpuni dan berlimpah. Kami sangat membutuhkan "orang kaya" yang bersedia bekerjasama dengan ikhlas. Mempunyai lahan dipinggiran kota dan mudah dijangkau. Sarana penunjang berupa gedung yang cukup, syukur-syukur megah.... Karena mungkin kembalinya modal 15-20 tahun lagi, niat suci hanya ibadah kepada Allah semata landasannya.


0 comments: