Pages

Banjir

Rabu, 25 Februari 2009 yang lalu, hujan mulai turun dari jam 13.00 wib hingga dinihari esok harinya 26 Ferbuari 2009. Istirahat kami lelap dibungkus selimut. Rengekan tangin Nafis karena celananya basah karena ompol tidak menyurutkan kami untuk melanjutkan tidur kembali setelah mengganti celananya. Tidak seperti biasanya, saya bisa sholat dilanjutin ngeblog hingga shubuh. Sungguh saya sangat merasa berdosa saat itu kalau mengingat kejadian yang sedang dialami di daerah yang berjarak tidak lebih dari 7 km dari rumah kami.

Bangun tidur sudah menjadi rutinitas setelah sholat adalah, saya mencuci dan istri sibuk dengan peralatan dapur untuk sarapan kami. Sekitar jam 06.00 pagi, Pak Muji datang lewat belakang dan memberi instruksi kepada kru catering. Saya hanya mendengar dari kejauhan saja dan tentu saja tidak jelas. Saya pikir intruksi pagi ini adalah instruksi seperti biasanya mengenai duit belanja dan menu makanan. Kemudian jam 06.30, beliau datang lagi menagih intruksi yang diberikan. Saya dengar kurang jelas juga karena masih nge-teh dan nonton berita pagi tentang bajir dimana-mana. Saya belum ngeh waktu itu, kalau daerah yang diberitakan letaknya dekat dengan rumah kami. Sambil mengurus cucian saya usut intruksi bos pada kru catering. Mereka banyak yang "ngedumel dibelakang" karena tugas yang diberikan cuma diberi waktu 1/2 jam untuk menyelesaikan. Memang berat ya? Ya jelas, mereka ditugasi menyiapkan 100 bungkus nasi beserta lauknya untuk korban banjir di Banyuanyar dalam waktu 1/2 jam, mana bisa...kata mereka...hi...hi... Saya belum ngeh juga tuh waktu itu. Memang saya bloon kali ya. Ampun deh.

Tak seberapa lama, saya denger percakapan tetangga dan rekan kerja (Mas Sarsito), "ribut kecil" mengenai keberangkatan kerja mereka. Kebetulan juga, istri Mas Sitobekerja sebagai guru didaerah Banyuanyar juga. Saya belum ngeh juga waktu itu, dasar bloon. Telpon rumah 2 kali bunyi tapi telat terus ngangkatnya. Kebetulan si flexi dan smart masih status off karena charging. Ada apa sih?


Walau belum penuh, aku on-kan si flexi. 2 pesan masuk dari flexter yang mengatakan bahwa Banyuanyar, Kadipiro dan daerah sekitarnya butuh bantuan relawan. Otak baru deh mulai bekerja. Banyuanyar yang mana nih. Apa unit panti asuhan yayasan kami juga kena? tat...tit...tut...tet...tet... aku pencet nomor panti Banyuanyar. Loh koq yang ngangkat Mas Faris, teknisi komputer kantor saya. Berarti memang ada musibah di panti, padahal nggak pernah saya dengar selama 12 tahun di Solo, daerah itu kena banjir. Waduh gimana nih, mau berangkat langsung cuma ada 1 motor di rumah, karena motor yang satunya kutinggal di kantor (aku dan anakku nebeng mobil bos Muji sampai rumah karena hujan). Satu-satunya jalan saya langsung "ngopyak-opyak" anak dan istri untuk segera mandi dan bersiap berangkat.

Sampai depan sekolah si kecil, aku langsung turun menuju kantor, taruh tas, dan pake helm langsung cabut ke Banyuanyar. Begitu keluar dari Perumahan Klodran menuju pertigaan Masjid Mujahidin, lalu lintas begitu ramai tidak seperti biasanya. Setelah pertigaan Masjid Mujahidin menuju panti asuhan, wow...terlihat korban banjir sedang sibuk-sibukya membersihkan rumah dan perlengkapannya. Kulihat kantor kelurahan dan kecamatan tidak kalah kotornya dengan lapangan di sebelahnya. Memasuki jalan Bone Timur III menuju panti asuhan dan kebetulan rumah bos besar juga disitu, penuh lumpur setebal mata kaki. Astagfirullah. Ya Allah ampuni hambamu ini yang penuh dosa dan semalam tidak peka dengan keadaan sekitar. Dalam hati saya sangat merasa berdosa sekali.

Memasuki gang samping rumah bos besar yang rumah besarnya berhimpitan dengan panti asuhan, kulihat Ustadz Kasori (bos juga nih) sedang asyik dengan gagang karet membersihkan lumpur didepan garasi bos besar. Maaf pak saya terlambat. Saya lihat sekeliling, masih ada bekas batas banjir di tembok-tembok rumah sekitar hingga dada. Motor dan mobil sudah penuh dengan lumpur dan harus service dulu kalau mau bisa jalan. Kulihat dalam garasi rumah bos besar, Pak Wir (empunya) sedang sibuk negepel beserta keluarga beliau. Maaf pak, sekali lagi maaf. Memasuki panti asuhan, kulihat sebagain rekan kerja sedang menjadi relawan di "rumahnya sendiri". Pak Nur (bos juga nih), Mas Sito, Mas Marsono, Mas Yono, dan Mas Faris saling berlomba membersihkan ruangan dalam hingga tampak seperti sedia kala. Ternyata oh ternyata, Pak Muji sedang membersihkan dapur. Maaf pak, maaf saudara sekalian atas dosa saya.

Saya tak mengira kalau banjir yang mulai datang pukul 21.00 dan mencapai puncak pukul 01.00 dini hari begitu parahnya. Karena kebodohan saya dan gesa-gesa berangkat, saya koq pakai batik ya. Parah nih... Mau gimana lagi, walau pakai batik, kerja ya kerja saja. Kata Rinso sih Jangan takut kotor. Kalau mentri sih gak papa cuma melihat dan memberi semangat. Kita-kita sih Do More, Talk Less dan yang penting Ikhlas. Melihat banyaknya lumpur yang menggunung sangat terasa berat dan lama untuk membersihkannya. Dengan bantuan, kerjasama dan guyub rekan-rekan ditambah anak-anak asuh yang sudah agak besar serta bapak-bapak tukang arahan Pak Sholikun (bos juga nih), musibah ini sangat terasa enteng. Ini baru banjir loh, walau sedada, bantaran kali terkikis, saluran air yang berdiameter besar dan berpondasi runtuh hingga beberapa meter, alhandulillah, tidak ada korban jiwa. Bandingkan dengan bencana tsunami dan gempa yang melnada Aceh dan Jogja beberapa waktu yang lalu. Alhamdulilah kami sangat bersyukur atas kemudahan dan kenikmatan yang Allah berikan kepada kami dalam mejalani hidup ini.


Pelajaran hidup saya petik dalam banjir ini adalah
1. Peka hati, mata, dan telinga dengan suasana disekitarmu.
2. Ikhlas dan kerjasama yang guyub penuh rasa persaudaran akan membuat enteng
pekerjaan yang berat.


0 comments: